Deteksi Pos Indonesia, Puncaknya Pemilukada serentak 2024 telah digelar November lalu, tinggal menyisakan tahapan persoalan laporan dari advokasi Paslon yang merasa keberatan atau dirugikan ketika Pemilukada serentak yang digelar di MKRI.
Disatu sisi banyak yang berharap MKRI selaku pemegang tuah kebesaran memenggal putus dan memakan habis read-inkrah dengan putusannya terkait penegakan kelangsungan konstitusi dan Demokrasi yang berlaku di Republik ini.
Tapi, dibagian lainnya tak sedikit pula rumor miris yang mencibir kinerja MKRI terkait dugaan sebagian sengketa yang disidangkannya selama ini terkesan kekuasaan, koneksitas dan uang menjadi salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap putusannya.
Hingga secara umumnya masyarakat lebih cenderung menganggap sebagai upaya sia sia melakukan gugatan di MKRI karena bagaimana bentuk hasil pleno tingkat daerah begitulah putusan dari setiap gugatan.
Lantaran, pertama dan perlu digaris bawahi bahwa disebut sidang secara formalnya tentu suatu perkara yang sudah ada alat bukti dan alasan menguatkan yang diajukan, apalagi perkara seperti disidangkan di MKRI, misalnya.
Tentu, putusannya bisa diperkirakan tidak beberapa jauh atau selisih dari bukti dan alasan yang diajukan hingga perkaranya diangap sudah mencukupi syarat untuk disidangkan. Sementara, hampir ratanya perkara Pemilu di MKRI terkesan seperti masyarakat politik dipaksakan bermain tebak tebak buah manggis ketika menunggu putusan apa yang dinyatakan oleh MKRI.
Kenapa ini semua bisa terjadi? Tak perlu bertanya pada rumput yang bergoyang karena goyangannya jauh lebih kalah dari dahsatnya dugaan permainan ada apanya dong di MKRI, jangan marah dan jangan pula salah mengerti dulu karena meski guyonnya agak sedikit aduhai tapi cukup bermakna.
Bahwa semuanya bermula dari adanya dugaan hura huranya bertanda kutip dari pihak MKRI dalam menerbitkan daftar nama perkara Pemilu yang mesti atau harus disidangkan, dan ketika sidang berlangsung sampai putusannya diduga
masih didominasi kuat oleh faktor yang disebut kekuasaan, koneksitas dan bahkan uang.
Ditambah lagi, rentang masa antara satu sidang perkara dengan perkara lainnya sangatlah singkat, hingga bobot putusannya juga dikhwatirkan keinkrahannya menurut aturan dan perundangan yang berlaku dan mengatur mestinya tentang Pemilu.
Sementara, penggugat dan tergugat terutama yang datang dari setiap daerah yang berada jauh dari pusat ibu Kota RI, Jakarta tempat markasnya MKRI telah disibukkan menyiap alat bukti dan saksi untuk melengkapi sidang, serta belum lagi biaya gono gini yang disebut harus disiapkan bila ingin berkara terkait hasil Pemilu di MKRI. -sah sah saja bila ada diantara pembaca langsung beranggapan ada kemungkinan oknum di MK bermain dibanyak kaki, misalnya, dan itu bukanlah urusan penulis, Nauzubillah!
Problema seperti inilah, hendaknya disikapi dan dibenahi segera oleh Presiden dan Wakil Presiden RI yang baru dilantik karena setiap aturan dan UU yang mengatur di Republik ini seperti Pemilu tak sebatas harus bisa mencerminkan apa yang termuat dalam UUD 1945 semata, tapi juga lebih pentingnya perlu aktion dan penegakan nyata menyangkut ancaman terhadap pelanggaran dan penyimpangan dilakukan oleh penyelenggara terkait pelaksanaan tiap proses atau tahapan Pemilu, hingga diharapkan hasil pemilu diperkarakan di MK RI benar benar berkualitas yang ada manfaat besarnya bagi perubahan dan kemajuan NKRI sebagaimana diinginkan bersama. Amin semoga, penulisnya katakan sajalah orang jauh tapi dekat dihati namanya.@Yd,Yid,Yi dan Riles.