Menurut sejarah adat Alam Kincai sebutan gelar Rio Balang merupakan anak dan ponakan kesayangannya Depati Singalago yang bermula dari sebutan Sungai lago yang ada di Koto bingin, Sungai Liuk yang berkembang dan ada dilarik ketaji dan ngalaih desa Koto Baru ketika masa dulunya yang termasuk dalam wilayah Kemendapoan Rawang.
Dengan adanya alkisah Sri Menanti yang membuat datung dan semua anak betina di Koto Baru murka karena sudah berlama menunggu di Sri Menanti. Hingga, membuat Depati Singalago terpaksa tak bisa lagi pulang ke Koto Baru dan menetap di Desa Koto Beringin, Rawang.
Saking manja dan tak mau terlepas dari Depati singalago sampai sampai Rio Balang ikut hengkang dari Koto Baru dan bertunak tapak di Desa Koto Beringin bersama Depati Singalago. Hingga, berdiri Kokoh desa Koto Beringin yang diisi oleh suku Depati Singalago, Rio Balang dan Mangku karena berkat adanya harap Depati Muda yang ada di Kampung Dalam, Rawang yang ingin membentuk Tungku Tiga Sejarang di Tanah Rawang.
Tungku Tiga Sejarang yang mau dibentuk oleh Depati Muda dimaksud adalah menurut sketsa dari letak Wilayah desa Koto Beringin dengan Imam Bẻraja, dan Kampung Dalam dengan Imam Besar serta Maliki Air Tanah Sibingkeh Dengan imam maulana ditengahnya terbentang mesjid Raya Rawang yang menjadi symbol kebesaran beragama Alam Kincai.
Meski, Depati Singalago dan Rio Balang sudah diberi hak penuhnya dengan segala kebebasan dan apa yang dimaunya seperti hobynya memiliki ayam sabun yang katanya kokok ayam ketika pagi bisa membangunkannya untuk menggelar shalat Subuh.
Tapi, Depati Singalago tak bisa meninggalkan kebiasaannya yang juga hoby memancing lauk read-ikan sampai berminggu bahkan berbulan lamanya dihampir rata negeri sealam Kincai ketika masa dahin read-dulu. Hingga disetiap acara duduk berapat di Tanah Rawang yang memerlukan Depati Singalago selalu diutuskan Rio Balang untuk menjemput dimana saja tempat beliau memancing.
Maka, disetiap duduk berapat di Tanah Rawang selalu menyuguhkan hidangan ikan bagi Rio Balang karena sudah bersusah payah menjemput Depati Singalago dari tempat pemancingannya.
Konon kabarnya, setelah dijemput oleh Rio Balang dan ketika sampai di Rawang Depati Singalago langsung menepat read-tempat dirumah orang yang menggelar kenduri atau hajat, hingga lauk read-ikan yang dibawa dari mancing langsung diserahkan kepada anak betina dan anak jantan yang menggelar hajat.
Konon, kabarnya lagi Depati Singalago sangat suka dan bahkan sering bepergian memancing lauk dilubuk gedang yang dalam ntah dimana lokasi tepatnya belum diketahui sampai sekarang tapi tempatnya dikenal diwilayah Depati Intan Siulak. Bukti sejarah didukung oleh pengakuan masyarakat Desa Sungai Pegeh sampai Sungai Betung Siulak sampai kini mengaku bahwa mereka adalah saudara Depati Singalago.
Lantaran Depati Singalago sudah berkali ditanya oleh Depati Kepala Sembah, Semurup terkait dirinya sering dilihat melintas diwilayah Depati Kepala Sembah membuat Depati Singalago sụngkam dan mengalih route perjalanannya melalui Kemantan. Hingga dikenal sampai sekarang kawan dekatnya Depati Singalago adalah Depati Sekungkung dan Depati Kemantan.
Bukti sejarah lainnya dari petualangan memancing berlamanya Depati Singalago ketika masa dahulu di Tanah Kampung sampai tertinggal sarung keris Depati Singalago dan ada gelar Depati Singalago di Tanah Kampung.
Ada lagi yang menyebut sampai berlamanya Depati Singalago menggelar kesukaan memancing dihampir negeri sealam Kincai tujuannya tak lain tak bukan adalah guna menguat jalinan adat yang disebut Tigo Dimudik Empat Tanah Rawang dan Tigo Diilir Empat Tanah Rawang. Hingga sampai sekarang dikenal Depati Singalago sebagai orang pujalan yang banyak padik read-saudara dihampir setiap negeri sealam Kincai.
Dibagian lainnya alkisah Srimenanti juga menyisakan cerita unik yang menarik bagi Koto Baru dan Desa Koto Beringin terutama kenapa adanya istilah gudek tigo sepagi dan perum bantu, karena kesal mendengar Depati Singalago dan Riobalang tiap paginya dihidangkan dengan menu lontong di dan dari los Tahi Mata oleh anak betina Depati Muda, sementara sanak dan saudara yang tinggal di Koto Baru tiap paginya hanya berhadapan dengan gudek.
Maka, kekesalan datung dan anak betinanya yang ada di Koto Baru sampai berunding bagaiman bisa melampiaskan sakit hati dengan keputusan menjual apa yang ada milik Depati Singalago dan Rio Balang guna membeli bantu read-daging demi melepas rasa kesal karena bersenang senangnya Depati Singalago dan Rio Balang ditanah Rawang.
Hingga ada istilah anak gudek tigo sepagi sesungguhnya bermaksud anak betinanya semula makan gudek tigo sepagi, maka kemudian muncul istilah anak perum bantu sesungguhnya bermaksud santapan dari anak betinanya yang ada di Koto Baru adalah daging.
Tak heran, sampai sekarang warga masyarakat Koto Baru dikenal hoby berpetualang read-merantau sekaligus guna bisa menambah padik read-saudara.
Hanya saja, yang mẹnjadi tanya besar bagi masyarakat Koto Beringin kenapa dimasa dulut terhadap Depati Singalago dan Rio Balang diberlakukan ketat prisip tidak boleh lagi kembali ke Koto Baru bila nekad berpetualang. tapi dimasa sekarangnya di Kpto Bảru sudah ada pula ístilah asal telauk read-kuat badan bila ingin juga meniru dan ikut mamak Depati Singalago dan Rio Balang yang sudah sejak dulunya berpetualang. ”O Kaw, mungkin juga yang berpetualang dimasa sekarang tak sebatas lauk dingan padik yang didapat, tapi tebal juga pelicinnya yang dibawa pulang, kali”, sergah Hantu kikik dengan gelak kakahnya ntah dari mana pula datangnya.@Yd,Yid,Yi dan Riles.